Dalam dunia yang bergerak cepat dan dipenuhi dengan cahaya artifisial dari layar-layar digital, kitab Yesaya pasal 2 hadir sebagai pengingat abadi tentang panggilan kita untuk "berjalan di dalam terang TUHAN" (Yesaya 2:5).
Menariknya, jauh sebelum era digital, Yesaya sudah menggambarkan masyarakat yang tersesat dalam materialisme, menolak Allah, dan lebih percaya pada kekuatan ciptaan manusia. "Negerinya penuh emas dan perak dan tak terbatas harta bendanya" (Yesaya 2:7), begitu Yesaya menggambarkan kondisi bangsa Yehuda yang tenggelam dalam kemewahan duniawi namun miskin secara spiritual.
Sebagai generasi muda yang tumbuh di tengah budaya konsumerisme, kita dihadapkan pada godaan serupa dengan bangsa Yehuda kuno. Media sosial kerap menanamkan standar kehidupan yang berputar pada akumulasi materi, popularitas, dan validasi eksternal. Kita dengan mudah menjadi "penuh berhala-berhala" modern — obsesi pada teknologi, status, atau penampilan yang kita "sujud menyembah" dan menjadi buatan tangan kita sendiri (Yesaya 2:8).
Tantangan bagi kita adalah mengenali "berhala-berhala" zaman ini dan berani memilih jalan yang berbeda.
Yesaya menyampaikan visi indah tentang masa depan dimana "pedang-pedang akan ditempa menjadi mata bajak" dan "bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa" (Yesaya 2:4).
Di tengah polarisasi sosial dan konflik digital yang kita saksikan sehari-hari, pesan ini mengajak kita untuk menjadi pembawa damai. Menolak untuk terlibat dalam perang kata di ruang komentar, kemarahan viral, atau perundungan daring adalah wujud nyata dari berjalan dalam terang Tuhan di era digital.
"Berjalan dalam terang Tuhan" bukanlah sekadar kiasan religius, tetapi ajakan untuk menjalani hidup yang menolak kebencian dan kekerasan terhadap sesama.
Dalam kehidupan praktis, ini berarti menjadikan kasih, keadilan, dan kebenaran sebagai kompas moral saat kita menavigasi kompleksitas dunia modern. Sebagaimana firman yang dinyatakan melalui Yesaya tidak hanya menggambarkan nubuat eskatologis, melainkan ajakan untuk mewujudkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan utama generasi muda saat ini adalah menemukan identitas autentik di tengah banjir informasi dan ekspektasi sosial. Yesaya mengingatkan bahwa identitas sejati kita bukan dari apa yang kita miliki atau bagaimana kita dipandang orang lain. "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya" (Yesaya 2:3).
Proses menemukan jati diri yang sejati dimulai dengan mengenali bahwa kita adalah milik Allah yang setia menepati janji-Nya, dan di dalam-Nya kita menemukan kekuatan.
Dalam menghadapi ketidakpastian masa depan — perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, transformasi teknologi, dan berbagai krisis global — kita diingatkan bahwa Tuhan adalah sumber pengharapan dan panduan yang tidak berubah. "Sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem" (Yesaya 2:3).
Generasi muda diajak untuk tidak sekadar mengikuti arus zaman, tetapi menjadi teladan yang membawa nilai-nilai ilahi ke dalam budaya kontemporer. Kita dipanggil untuk menjadi saksi Tuhan yang membawa terang pengharapan, keadilan, dan kasih ke dalam dunia yang kerap kali tampak gelap dan membingungkan.
Renungan Firman Tuhan dan ilustrasi gambar dihasilkan oleh mesin Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
BERJALAN DALAM TERANG TUHAN DI ERA DIGITAL