NATS ALKITAB:
"Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan... Karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan... Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin."
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Melihat air bah yang menerjang pemukiman, merusak harta benda, dan merenggut nyawa, respons "rohani" yang paling mudah—namun sering kali keliru—adalah berkata: "Ini adalah takdir Tuhan" atau "Ini murni ujian iman."
Sebagai umat Kristen yang memegang teguh kedaulatan Allah, kita harus berhati-hati. Jangan kita menimpakan kesalahan kepada kedaulatan Tuhan atas apa yang sebenarnya merupakan buah dari kerusakan total (total depravity) hati manusia. Banjir bandang akibat kerusakan lingkungan ini bukanlah "takdir buta", melainkan sebuah konsekuensi logis dan teologis dari dosa kita.
Rasul Paulus dalam Roma 8:19-22 memberikan kita kacamata untuk melihat bencana ini dengan benar:
- Alam Sedang Diperbudak oleh Kebinasaan (Ayat 21) Paulus menegaskan bahwa alam ciptaan ini telah "takluk kepada sia-sia" dan berada dalam "perbudakan kebinasaan." Siapa yang memperbudaknya? Dosa manusia. Sejak kejatuhan Adam, tanah turut terkutuk (Kej 3:17). Namun, kutukan itu diperparah oleh ketamakan manusia modern yang mengeksploitasi hutan dan mengeruk bumi tanpa rasa takut akan Tuhan. Banjir bandang ini adalah bukti bahwa alam sudah tidak sanggup lagi menanggung beban kerakusan manusia. Hutan yang gundul tidak bisa lagi menahan air; ini adalah sistem ekologi yang Tuhan ciptakan sedang berteriak memberontak terhadap penyalahgunaan yang kita lakukan.
- Rintihan Kesakitan sebagai Tanda Peringatan (Ayat 22) Dikatakan bahwa "segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin." Bunyi gemuruh air bah dan longsor adalah suara rintihan bumi secara harfiah. Dalam teologi Reformed, alam adalah panggung kemuliaan Allah (Theatrum Gloriae Dei). Ketika panggung ini dirusak demi keuntungan sesaat, panggung itu runtuh menimpa aktor-aktornya—yaitu kita. Ini adalah umpan balik (feedback) yang keras dari Tuhan melalui alam, menegur kegagalan kita menjalankan Mandat Budaya untuk mengusahakan dan memelihara bumi.
- Penantian akan "Anak-anak Allah" (Ayat 19) Ayat 19 berkata makhluk itu "dengan sangat rindu menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan." Saudara, alam sedang menunggu kita! Bukan menunggu kita mati masuk surga, tetapi menunggu kita hidup sebagai anak-anak Allah yang sejati di bumi ini. Anak Allah yang sejati tidak mengeksploitasi, tetapi memulihkan. Anak Allah yang sejati tidak membuang sampah sembarangan atau mendukung perusakan hutan, melainkan menjadi penatalayan (steward) yang setia.
Refleksi & Panggilan:
Bencana ini adalah panggilan pertobatan nasional dan gerejawi. Kita tidak bisa hanya berdoa minta air surut, tanpa bertobat dari gaya hidup yang merusak lingkungan. Pertobatan sejati menuntut perubahan arah.
Mari kita berhenti menyalahkan "takdir". Mari kita akui bahwa tangan-tangan manusia yang serakahlah yang telah mengubah berkat hujan menjadi kutuk air bah. Sebagai orang percaya, tunjukkanlah bahwa kita adalah anak-anak Allah yang dinantikan itu—yang hadir bukan untuk merusak, melainkan untuk merawat bumi milik Tuhan ini.
Mari Kita Berdoa:
Bapa Surgawi, Sang Pencipta, kami merendahkan diri mengakui bahwa bencana banjir ini adalah cermin kegagalan kami menjaga bumi. Ampunilah dosa keserakahan manusia yang telah merusak tatanan ciptaan-Mu sehingga alam menjadi rusak. Kami memohon belas kasihan-Mu bagi korban di Aceh dan Sumatera; kiranya Roh Kudus memberikan penghiburan, kekuatan, dan pemulihan, serta menggerakkan gereja-Mu untuk hadir membawa pertolongan nyata sebagai wujud kasih Kristus.
Bangkitkanlah kami menjadi "Anak-anak Allah" yang sejati, yang dinantikan alam untuk membawa pemulihan, bukan kerusakan. Pimpinlah para pemimpin bangsa agar bertindak dengan hikmat dan takut akan Tuhan demi kelestarian lingkungan. Mampukan kami mewujudkan iman melalui pertobatan ekologis dan gaya hidup yang setia memelihara bumi sebagai panggung kemuliaan-Mu. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Sang Pemulih semesta, kami berdoa. Amin.
RINTIHAN ALAM, CERMINAN KESERAKAHAN KITA