FIRMAN BACAAN: FILIPI 4:1-9
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan. Selamat memasuki gerbang tahun baru 2026 yang lamanya adalah 365 hari, dibagi dalam 12 bulan dan 53 Minggu. Tahun Baru bukan sekedar sebuah daftar hari, minggu dan bulan. Tahun Baru adalah kairos, waktu yang sifatnya menentukan. Kairos itu kira-kira artinya begini. Seribu langkah di masa depan ditentukan oleh satu langkah yang diambil hari ini.
Kita berdiri di 1 Januari 2026. Kita tidak sekadar membalik kalender, tetapi sedang membuat pilihan tentang warna kehidupan macam apa untuk menggambar 365 hari anugerah yang Tuhan karuniakan kepada kita. Nama bulan pertama di Tahun Baru adalah Januari yang artinya bersifat dualisme. Apakah 2026 mau diisi dengan bersaing dan konflik atau dijalani sebagai pentas membangun kerja sama dan sikap bersaudara? Kita tidak bisa menjadi neutral apa lagi plin-plan.

Tahun baru selalu membawa dua rasa yang bercampur: harapan dan kecemasan, optimisme dan kehati-hatian. Ada peluang untuk bertumbuh, memperbaiki diri, dan mengukir kebaikan; namun ada juga tantangan, godaan, bahkan ancaman yang bisa melemahkan iman dan relasi kita. Kitab Filipi pasal 4 ayat 1–9 memang tidak ditulis untuk memaknai tahun baru, tetapi pesan teologisnya menolong kita menapaki tahun baru ini bukan dengan ketakutan, melainkan dengan sukacita dan damai sejahtera yang berakar di dalam Kristus.
Saudara-saudari, 365 hari ke depan adalah anugerah Tuhan, bukan janji. Dalam kamus Gereja anugerah adalah pemberian yang masih harus dibentuk atau dipoles, sementara janji merupakan sesuatu yang sudah jadi dan siap pakai. Anugerah bukan sesuatu yang otomatis, seperti jimat. Allah memberikan kita tahun 2026 yang harus kita isi dengan karir, prestasi dan kebaikan. Allah tidak memberikan kita janji tentang prestasi, karir dan kebaikan di 2026 lalu kita tinggal menikmati. Sebagai anugerah, tahun baru perlu diaktualisasi.
Di dalam tahun 2026 ada kesempatan untuk mengembangkan kebaikan dan prestasi. Kalau kita tidak pro-aktif, malah pasif dan anti-produktif anugerah itu bisa berubah jadi keburukan. Bermalas-malasan atau betsikap anti sosial hanya akan membuat apa yang telah kita raih pada tahun 2025 bisa berbalik menjadi bencana. Nama Januari untuk bulan pertama tahun baru membawa makna simbolis tadi. Kata January berasal dari Janus, dewa Romawi yang digambarkan dengan dua wajah: satu menghadap ke belakang, satu menghadap ke depan. Simbol ini melukiskan ketidakpastian, ambivalensi, bahkan kepribadian ganda. Kita menoleh ke belakang sambil melangkah ke depan. Kita membawa kenangan, keberhasilan, dan kegagalan, sekaligus menghadapi masa depan yang belum kita ketahui.

Filipi 4 menegaskan bahwa ketidakpastian yang terkandung dalam nama Januari bukanlah alasan untuk hidup dalam kecemasan. Mereka yang mengisi hati dan pikirannya dengan pengajaran dan teladan Kristus tidak akan hidup dalam kebinggungan walau belum tahu apa hidup seperti apa yang akan diterima di Tahun Baru. Paulus berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan” (ay. 4). Sukacita Kristen bukan lahir dari situasi yang serba pasti, tetapi dari keyakinan bahwa Tuhan menyertai perjalanan kita di setiap hari anugerah yang akan kita jalani. Tantangan, bahkan ancaman pasti ada. Itu bukan ancaman tetapi adalah rambu-rambu untuk mengasah kepekaan dan kompetensi. Peribahasa berkata: pelaut tangguh tidak terbentuk di pelabuhan yang tenang, tetapi di badai dan gelombang saat berlayar. Tahun Baru bisa bersifat ambigu, tetapi itu justru ruang untuk latihan hidup dalam jejaring yang harmonis dengan sesama akrab dengan Tuhan.

Tema Natal 2025 yang kita rayakan seminggu sebelum masuk bulan Januari adalah Allah hadir untuk menyelamatkan keluarga. Tema ini membenarkan bahwa ada banyak keluarga yang tidak selamat. Meskipun begitu kita tidak perlu takut karena kehadiran Tuhan yang menawarkan keselamatan bagi keluarga dan dunia. Pesan ini tidak berhenti di bulan Desember. Keselamatan yang ditawarkan Tuhan perlu dirawat agar sukacita dan damai sejahtera sungguh menjadi pengalaman nyata sepanjang tahun 2026.
Salah satu nilai dasar dalam merawat keselamatan adalah hidup dalam semangat seia-sekata, sehati-sepikir seperti yang dilakoni Yusuf dan Maria. Kondisi Maria yang hamil di luar nikah membuat Yusuf dan Maria pati berada dalam kondisi bingung dan tertekan. Namun mereka berhasil melewati tekanan karena seia-sekata sehati-sepikir. Nilai ini sangat dekat dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia, khususnya di NTT. Suku Meto menyebutnya Nekaf Mese Ansaok Mese—satu hati, satu jiwa. Orang Pura di Alor mengenalnya sebagai Tenangeli Molenua. Di Rote disebut Ita Hatori Esa. Secara nasional kita menyebutnya: ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Berbantah-bantahan membuat hidup menjadi beban, bukan anugerah.

Nilai hidup sehati-sepikir seia-sekata terbukti menjaga ketahanan keluarga, kampung, dan masyarakat. Tidak ada komunitas yang bertahan lama dalam damai sejahtera tanpa kesediaan anggotanya untuk sehati, saling menopang, dan memikul beban bersama. Hal ini juga mencerminkan realitas ilahi. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga pribadi yang hidup dalam kesatuan tak terpisahkan dalam Firman dan Karya. Perbedaan diri tidak menjadi alasan untuk berbeda ideologi dan cita-cita.
Allah yang Tritunggal ini pula menciptakan keberagaman bukan untuk membangun rivalitas melainkan sinergi atau kerja sama. Tuhan memadukan unsur-unsur yang tampak paradoksal: terang dan gelap, siang dan malam, darat dan laut. Unsur-unsur itu tidak saling meniadakan, melainkan berkolaborasi untuk menghadirkan keindahan dan keteraturan. Demikian pula hidup kita. Tahun 2026 akan menjadi tahun sukacita dan damai sejahtera bila kita mampu memadukan perbedaan, ketegangan, dan paradoks hidup dalam bingkai iman dan kasih.

Pertanyaan bagi kita, apa yang dapat kita pelajari dari Filipi 4:1-9 dalam menjalani, mengisi dan menjadikan anugerah tahun baru 2026 menjadi ruang sukacita dan damai sejahtera bagi kehidupan pribadi, keluarga maupun bangsa dan Gereja? Tema utama surat Filipi adalah sukacita. Berkali-kali Paulus menyerukan agar jemaat bersukacita dan hidup dalam syukur. Namun ironisnya, di tengah seruan sukacita itu, ada konflik serius di dalam jemaat Filipi: pertikaian antara Euodia dan Sintikhe, dua pemimpin perempuan yang berpengaruh.
Konflik ini bukan persoalan sepele. Ia mengganggu pertumbuhan jemaat dan merusak kesaksian bersama. Paulus dengan jujur dan pastoral menegur keduanya: “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam Tuhan” (ay. 2). Bahkan Paulus meminta seorang pemimpin jemaat, yang disebutnya Sunsugos, untuk menjadi mediator.
Paulus sadar bahwa friksi, rivalitas, dan pembentukan faksi, bila dibiarkan, akan menghancurkan komunitas. Pesan ini sangat relevan dengan konteks Indonesia hari-hari ini. Kita menyaksikan polarisasi sosial, ketegangan politik pasca-pemilu, konflik identitas, serta mudahnya masyarakat terbelah oleh perbedaan pandangan, suku, agama, dan kepentingan.
Firman Tuhan menegaskan bahwa sukacita dan damai sejahtera tidak mungkin tumbuh di tanah yang dipenuhi kebencian dan rivalitas.
Paulus mendorong jemaat Filipi—dan juga kita—untuk menumbuhkan semangat Nekaf Mese Ansaok Mese melalui tiga matra kehidupan.
a. Matra Individual: Mengelola Pikiran dan Prasangka
Paulus berkata, “Damai sejahtera Allah… akan memelihara hati dan pikiranmu” (ay. 7), lalu menambahkan nasihat terkenal dalam ayat 8: pikirkanlah apa yang benar, mulia, adil, suci, manis, dan patut dipuji.

Ini panggilan untuk membersihkan batin dari prasangka buruk. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang dibanjiri media sosial, hoaks, dan gosip, nasihat ini sangat relevan. Jangan mudah mempercayai kabar burung. Jika ada hal yang mencurigakan, bangunlah komunikasi personal untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Mintalah klarifikasi, bukan menyebarkan kecurigaan. Sukacita dan damai sejahtera lahir dari pikiran yang dilatih untuk berprasangka positif, bukan dari kecurigaan yang dipelihara.
b. Matra Sosial: Relasi Kerja dan Karya Kolektif
Dalam ayat 9, Paulus meminta jemaat meneladani apa yang telah mereka lihat dan dengar darinya. Paulus sendiri memberi teladan dalam membangun relasi kerja yang sehat. Ketika muncul gosip tentang Apolos seolah-olah menjadi pesaingnya, Paulus tidak terjebak dalam kecemburuan. Keberanian Paulus untuk tidak percaya pada gosip bahwa Apolos menyaingi dia melahirkan sebuah statement Iman yang banyak dikutip sampai hari ini. Paulus menanam, Apolos menyiram, Tuhan memberi pertumbuhan.

Hidup di Tahun 2026 akan berubah dari berkat menjadi neraka kalau diisi dengan budaya persaingan yang saling menjauhkan. Hanya orang yang berburu rente yang saling menjatuhkan dan membunuh. Bagi mereka yang mendambakan sukacita Dan damai sejahtera, kehadiran pemain kedua dalam ruang kehidupan justru disambut sebagai rekan kerja - sahabat - yang meringankan pekerjaan dan mempercepat perwujudan goal kehidupan.
Ini pelajaran penting bagi kehidupan sosial dan profesional kita di tahun 2026. Kemajuan bangsa, gereja, dan keluarga bukan hasil kerja individu semata, melainkan karya kolektif. Sukacita dan damai sejahtera tumbuh ketika kita mampu bekerja bersama, saling menghargai kontribusi, dan memikul beban secara adil.
c. Matra Teologis: Meneladani Kristus yang Rendah Hati
Akhirnya, Paulus mengingatkan bahwa hidup sehati-sepikir berakar pada teladan Kristus sendiri. Dalam Filipi 2:1–11, Kristus digambarkan sebagai Dia yang mengosongkan diri, merendahkan diri, dan taat sampai mati di kayu salib. Euodia dan Sintikhe dipanggil—dan kita pun dipanggil—untuk bercermin pada Kristus. Kesatuan bukan sekadar strategi sosial, tetapi ekspresi iman. Hidup seia-sekata adalah wujud nyata dari Injil yang kita percaya.

Penutup
Saudara-saudari, tahun 2026 adalah tahun anugerah. Sukacita dan damai sejahtera bukan hadiah otomatis, melainkan buah dari hidup yang dirawat dalam Kristus: hidup sehati-sepikir, berpikiran jernih, bekerja bersama, dan meneladani kerendahan hati Tuhan. Kiranya di tengah realitas sosial Indonesia yang penuh tantangan, gereja dan keluarga-keluarga Kristen menjadi ruang di mana Nekaf Mese Ansaok Mese sungguh dihidupi. Dengan demikian, damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran kita sepanjang tahun 2026.
Amin.
Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo
Nota Bene:
Bagi teman-teman yang tergerak untuk membantu pelayanan BPH GEREJA PROTESTAN INDONESIA 2025-2030 bisa memberikan persembahan sukarela seiklasnya berapapun nominalnya ke Q-Ris GPI pada link berikut:

MENJALANI TAHUN ANUGERAH DALAM SUKACITA DAN DAMAI SEJAHTERA